Rabu, 5 September 1990. Siang yang terik
Secarik kertas tertempel dipintu kost kami di seputaran Gedongkuning, Yogyakata yang berisi kalimat singkat :
“Segera kerumah pakde, Nunung sudah melahirkan…”
Lho, kok sudah lahir? MasyaAllaah….. Saya sudah menjadi Ayah!!!
Syukur Alhamdulillaah, terimakasih ya Allah atas karuniaMU pada kami.
Segera kupacu sepeda motor menuju rumah Pakde Edi Suharto yang berada di seputaran Blok O Kompleks TNI AU Maguwo yang tak jauh dari kost-kostan kami untuk mencari tahu info lengkapnya. Sebagai gambaran, saat itu tidak banyak keluarga yang memiliki pesawat telepon dirumahnya, Handphone tentu saja belum ada, oleh karena itu, bila ada berita-berita penting, maka berita akan disampaikan melalui keluarga yang memiliki akses jaringan telepon, baik telepon di rumah maupun di kantor, lalu disampaikan secara lisan atau tertulis kepada tujuan berita.
Nah, kakak sepupu kami ada akses telepon di kantornya, sehingga berita penting dititipkan melalui dirinya.
Sesampainya dirumah pakde, saya diberitahu lebih lengkap bahwa istri saya Nunung sudah melahirkan bayi laki-laki pada hari Ahad, tanggal 20 September 1990 atau 12 Shafar 1411 H sekitar pukul 11 siang di Rumah Sakit Umum Pasar Rebo, keduanya dalam kondisi sehat, meski kelahirannya memang maju 3 (tiga) minggu dari HPL (Hari Perkiraan Lahir) dan saya diminta segera pulang kembali ke Jakarta.
Sore itu juga saya segera cari tiket bus malam untuk bertolak ke Jakarta.
Oh iya, Nunung memang melahirkan di Jakarta atas permintaan para Orangtua, sehingga saat usia kehamilan mencapai 8 bulan, saya mengantar Nunung ke Jakarta untuk menunggu kelahiran di sana, lalu saya kembali beraktivitas di Jogja mempersiapkan agenda KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang dilaksanakan pada bulan November-Desember 1990.
Rencana kami, kira-kira seminggu sebelum HPL saya akan kembali ke Jakarta untuk menjadi suami SIAGA, Namun baru saja ditinggalkan beberapa hari, bayi laki-laki tersebut sudah tak sabar untuk melihat dunia.
Sesampainya di Jakarta, barulah saya mendengar cerita ‘heboh’ proses lahirnya anak pertama kami tersebut yang dapat anda baca dibawah nanti.
Begini awal mulanya.
Kisah proses lahirnya anak pertama kami dimulai sekitar 3 bulan setelah pernikahan kami, yaitu sekitar bulan Januari 1990, dimana Nunung tidak lagi mendapatkan tamu bulanannya. Waktu itu kami belum paham soal kehamilan, dan masih belajar soal kehamilan, hidup jauh dari orangtua membuat kami tidak begitu paham tahapan-tahapan kehamilan yang terjadi. Lugu banget ya….
Setelah terlambat beberapa hari dari jadwal bulanannya, barulah kami sadar bahwa Nunung hamil…!!! Alhamdulillaah….
Kami senang sekali…..
Segera saya peluk dan saya beri ucapan selamat serta doa agar kandungannya tetap sehat dan kelak menjadi anak sholih / sholihah…..
“Barakallaah…. Selamat ya sayangku….semoga sayangku dan dede bayi didalam perut selalu sehat, serta kelak menjadi anak sholih atau sholihah…..” doa saya pada Nunung.
Ketika kami kabarkan pada orangtua kami, tanggapannya justru khawatir….
“lho…kok sudah hamil…. Mbok jangan hamil dulu….” Kata mereka.
Ya, mungkin kekhawatiran mereka atas keadaan kami anak-anak mereka yang tinggal jauh diperantauan, bagaimana jika hamil jauh dari orangtua…..
Namun bismillaah….kami syukuri karunia Allah tersebut.
Dimulailah hari-hari nan penuh keajaiban bagi kami berdua, kami belajar bagaimana menghadapi proses kehamilan hari demi hari, minggu demi minggu…
Saya teringat saat pertama kali Nunung mengalami proses ngidam, ada beberapa peristiwa menarik yang perlu saya ceritakan disini.
Saya mencatat ada 2 (dua) macam gejala ngidam yang terjadi pada kehamilan tri semester awal, yang pertama munculnya rasa mual-mual yang membuat ingin muntah saat mencium suatu bau yang menurut orang lain biasa saja, misalnya mual jika mencium bau nasi, dsb. Akibatnya, para perempuan yang tengah hamil muda dan merasakan mual-mual akan kehilangan selera makan. Dan jenis ngidam yang kedua adalah munculnya gejala menginginkan sesuatu hal untuk dimakan atau disentuh, yang konon terkadang aneh-aneh permintaannya.
Cerita Ngidam jenis pertama.
Saya teringat saat Nunung merasa mual-mual dan tak berselera makan saat hamil pertama kalinya.
“Makan yuk…” ajak saya
“Nggak mau, aku nggak pengen makan apa-apa, rasanya mual dan pengennya tiduran aja..”, jawab Nunung
“sayangku harus makan…nanti sayangku sakit”, saya berusaha membujuk
“Nggak bisa… kalau makan, nanti muntah lagi..”, jawabnya.
“Sayangku sedang ada dedek diperutnya, jadi sayangku harus makan walaupun sedikit…..kalau nanti mau muntah, ya dimuntahin aja, terus makan lagi ya… Kasihan dedeknya kalau sayangku nggak makan, nanti perkembangan janinnya terganggu…”, bujuk saya sambil berargumen.”Jangan mengajarkan kepada anak kita untuk tidak doyan makan”, imbuh saya.
Nunung terdiam berpikir…. Lalu menjawab “iya deh mau asal disuapin…”
Lalu selama beberapa hari berikutnya, yang terjadi selalu berulang, Nunung mau menelan makanan walau sedikit, lalu terasa mual dan memuntahkan semua yang baru saja dimakan….. Segera saya beri air putih hangat agar perutnya nyaman, tunggu sejenak, lalu saya suapkan lagi beberapa sendok makanan…. Tak berapa lama, dimuntahkan kembali makanan yang baru saja ditelan… saya beri air putih hangat lagi dan saya suapin makanan lagi……
Kenapa tidak minum obat pereda rasa mual saja?
Selama mual-mual, memang diberi obat anti mual oleh bidan, tapi tidak diminum oleh Nunung, karena kami khawatir jika obat tersebut mengganggu perkembangan bayi kami di dalam kandungan. Lebih baik repot sedikit dengan muntah yang berkali-kali daripada memberi obat yang beresiko kepada perkembangan janin.
Lho bukankah obat tersebut sudah direkomendasikan oleh tenaga medis berpengalaman?
Memang obat tersebut berasal dari bidan berpengalaman, namun dengan pesan bidan yang memberi batasan tertentu, membuat saya menafsirkan bahwa obat tersebut berbahaya bagi janin yang sedang tumbuh.
“Bu..yang ini obat anti mual, diminum jika mual saja ya bu…”, begitu pesan bu Bidan saat memberikan obat kepada kami.
Saya menganggap, bila suatu obat hanya boleh diminum pada kondisi tertentu, maka obat tersebut termasuk obat keras, maka saya berpendapat lebih baik tidak meminumnya jika masih bisa dicari cara yang lain.
Ngidam yang jenis kedua juga kami alami
Ketika sudah mulai ada tanda-tanda munculnya keinginan yang aneh-aneh, saya berinisiatif membuat persyaratan permintaan ngidam…..yang antara lain sebagai berikut :
- Tidak minta yang aneh-aneh
- Tidak minta sesuatu yang bukan musimnya
- Jangan minta saat tengah malam
- Harganya tidak mahal
Akibatnya, setiap akan meminta sesuatu, Nunung berpikir dulu, apakah permintaannya sesuai persyaratan atau tidak, jika tidak sesuai persyaratan, maka permintaannya dibatalkan……
Entah apakah persyaratan tadi ada pengaruhnya atau tidak kepada si janin, namun ternyata anak yang lahir kelak ternyata ngecesan….. he he he
Peristiwa lahirnya Zia Ul Haq
Pagi hari yang cerah tersebut berlangsung seperti biasa tanpa ada tanda-tanda akan adanya kelahiran.
Agenda pagi itu, sekitar jam 7.30 pagi, Bapak dan Ibu Ismangil pergi ke Ciputat untuk menengok kakak sepupu kami yang baru saja melahirkan, sehingga Nunung ditinggal sendiri di rumah bersama mbak Parni yang selama ini menjadi asisten Rumah Tangga.
Sekitar jam 9 pagi, tanpa ada rasa sakit ataupun tanda-tanda apapun tiba-tiba keluar carian hangat yang cukup banyak dari dalam kandungan Nunung…..
“Cairan Apa ini?” bathin Nunung dengan cemas.
Setiap bergerak, maka keluar lagi cairan cukup deras…. Akhirnya Nunung tak berani banyak bergerak, hanya meminta tolong pada mbak Parni untuk memanggilkan pak RT yang tinggal hanya berjarak 2 (dua) rumah disebelah rumah kami.
Pak RT datang dengan tergopoh-gopoh, karena memang pagi tadi dititipi pesan oleh pak Ismangil untuk mengawasi jika ada hal-hal darurat yang terjadi di rumah selama Bapak dan Ibu Ismangil pergi ke Ciputat.
Atas bantuan pak RT, Nunung segera dibawa ke Rumah Sakit Umum Pasar Rebo untuk segera ditangani oleh tenaga medis, cairan yang keluar semakin banyak, setiap bergerak apalagi berjalan, maka cairan mengalir keluar dengan deras…
.
Sementara itu, pak RT juga berusaha mengabarkan kepada Bapak dan Ibu Ismangil yang sedang ke Ciputat peristiwa yang sedang terjadi.
Sebagaimana sudah saya ceritakan di atas, bahwa tahun 1990 belum ada Handphone dan telepon rumah juga sangat terbatas, maka mengabarkan peristiwa ini juga bukan hal yang mudah.
Kebetulan pada tahun 1990, seusai bertugas Militer dari Kopassus, pak Ismangil dikaryakan di BUMN Jasa Marga, yang membawahi ruas TOL JAGORAWI dengan jabatan sebagai Komandan Keamanan PAM Jagorawi.
Sehari-hari beliau bertanggung jawab atas keamanan jalan TOL tersebut, sehingga dimobil beliau dibekali perangkat Radio Komunikasi untuk memantau terus menerus kondisi lapangan.
Pak RT tak kehilangan akal, segera beliau menelpon nomor pelayanan kantor Jasa Marga yang siaga 24 jam untuk berbicara dengan Operator, lalu menyampaikan pesan pada operator agar disampaikan melalui Radio Komunikasi perihal kondisi Nunung yang masuk Rumah Sakit karena ada masalah dengan kandungannya.
Jadilah berita tersebut mengudara seantero Jakarta-Bogor-Ciawi disemua mobil patroli Jasa Marga, mengabarkan bahwa Nunung masuk rumah sakit.
“Halo pak Haji… Halo pak Haji…apakah monitor gitu ganti…”, panggil Operator.
“Siap, roger gitu ganti”, jawab Pak Ismangil yang biasa dipanggil pak Haji oleh rekan-rekannya di Jasa Marga.
“Begini pak Haji, ada khabar dari rumah, anak pak Haji yang bernama Nunung masuk Rumah Sakit Pasar Rebo akan melahirkan, gitu ganti…”, kata Operator.
Karuan saja, berita itu membuat panik bapak dan ibu Ismangil yang sedang dalam perjalanan menuju Ciputat. Ibu Ismangil yang juga mendengar sendiri dari Radio Komunikasi langsung menangis tersedu-sedu saking khawatirnya terhadap keselamatan Nunung dan bayinya.
Meskipun perjalanan menuju rumah kakak sepupu sudah hampir sampai, kunjungan dibatalkan dan arah kendaraan langsung diputar balik untuk pulang ke Cijantung dengan tujuan langsung RS Pasar Rebo.
Pada tahun 1990, bila kita dari Cijantung bepergian ke Ciputat, maka jarak yang ditempuh cukup jauh, karena belum ada JORR (Jakarta Outer Ring Road) dan waktu yang diperlukan juga cukup lama.
Bapak dan Ibu Ismangil berhasil mencapai RS Pasar Rebo beberapa waktu sebelum Nunung persalinan, dan memberi pesan penting agar tetap menjaga akhlaq dan mulut saat persalinan, betapapun sakit yang terasa saat proses persalinan terjadi. Rupanya pesan ini begitu kuat dipegang oleh Nunung, sehingga proses 7 (tujuh) persalinan anak kami berikutnya tidak ada teriakan-teriakan tak wajar yang keluar dari mulutnya, yang ada hanyalah ucapan dzikir belaka.
Ternyata Nunung mengalami kelainan proses persalinan berupa pecahnya ketuban sebelum persalinan tanpa didahului rasa mulas-mulas yang biasa terjadi sebelum proses persalinan. Dalam bahasa jawa disebut ‘kembar banyu’.
Karena tidak ada rasa mulas dan air ketuban sudah habis, maka proses persalinan dibantu dengan suntikan pemacu rasa mulas.
Singkat cerita, lahirlah anak pertama kami, laki-laki dengan panjang 49 cm dan berat 2,9 kg.
Belakangan ibu Ismangil cerita kepada kami, betapa sepanjang perjalanan menuju RS Pasar Rebo tersebut beliau begitu khawatir dan menyesal telah meninggalkan Nunung sendirian pada hari itu, sehingga tidak bisa membersamai Nunung pada saat-saat darurat.
Aqiqahan
Jumat, 6 September 1990
Kami memberi nama anak laki-laki pertama ini Muhammad Zia Ul Haq.
Nama ini terinspirasi dari nama Presiden Pakistan yang gugur tahun 1988 saat pesawat yang ditumpangi beliau meledak di udara. Konon pesawat tersebut diledakkan oleh pihak-pihak yang tidak suka langkah-langkah yang diambil oleh beliau untuk mendukung mujahidin Afghanistan.
Disamping itu, arti nama ini juga sangat indah : Muhammad, Sinar Kebenaran. Ada harapan dan cita-cita yang kami letakkan pada pundak anak kami agar dia dapat meneladani Nabi Muhammad, pembawa Sinar Kebenaran. Semoga doa dan harapan ini bisa menjadi kenyataan. Aamiin
Ada panggilan unik yang muncul setelah anak pertama kami ini lahir, yaitu mengharuskan kami melakukan perubahan-perubahan panggilan menyesuaikan dengan adanya warga baru ditengah-tengah kami.
Sebelumnya, kami terbiasa memanggil satu sama lain dengan ‘Yang’.
Bukan….walaupun bentuk kepala saya agak aneh kalau dicukur plonthos, tapi panggilan itu bukan singkatan dari ‘Peyang’, tapi singkatan dari ‘sayangku…’
Terlebih lagi Bapak dan Ibu Ismangil tidak berkenan dipanggil Kakek/Nenek atau Eyang Kakung/Putri oleh cucu pertamanya ini, tapi minta agar tetap dipanggil Bapak/Ibu, sebagaimana panggilan kami kepada mereka berdua. Oleh karena itu muncullah istilah panggilan Abi dan Umi diantara kami, untuk membahasakan bagaimana cara anak kami memanggil orangtuanya.
Diputuskan :
Panggilan Abi dan Umi untuk memanggil orangtuanya….
Panggilan Bapak dan Ibu untuk memanggil orangtuanya Nunung…. serta panggilan Kakung dan Yangti untuk memanggil orangtua saya.
Beberapa Hikmah
Beberapa pelajaran yang kami petik dari peristiwa kelahiran pertama ini adalah :
1. Sambut berita kehamilan dengan suka cita dan doa keberkahan, karena janin bisa merasakan kegembiraan orangtuanya menyambut kehadirannya.
2. Pendidikan anak sudah dimulai sejak dia dalam kandungan, bukan setelah dia cukup usia pendidikan. Ibu yang memaksakan diri untuk tetap makan saat mual-mual karena ngidam akan melahirkan anak-anak yang tidak susah makan bahkan ‘doyan’ makan, bisa dibandingkan dengan ibu yang ‘menyerah’ dengan rasa mual dan memilih tidak mau makan, biasanya anak yang dilahirkan juga ‘ogah’ makan. Karena itu adalah salah satu “pelajaran” yang ditanamkan pada anak sejak didalam kandungan.
3. Dalam persiapan kelahiran, berbagai kemungkinan harus sudah disiapkan agar tidak panik saat kelahiran.
4. Membersamai istri secara penuh saat kehamilan sangat berarti bagi penguatan mental istri saat hamil. Perlakukan istri dengan istimewa saat hamil agar dia selalu bahagia.
5. Nama anak adalah doa dan harapan kita padanya, jadi berikan nama yang baik pada anak-anak kita.
cerita inspirasional,cerita inspirasi anak,kumpulan kisah-kisah inspiratif,cerita2 inspiratif,cerita kisah inspirasi,kisah cerita inspiratif,kisah anak inspiratif,kisah inspirasi anak,kisah inspirator,inspirasi kisah,cerita motivasi,inspirasi,kisah motivasi,cerita motivasi kerja,inspirasi hidup,cerita motivasi hidup,cerita motivasi diri,kumpulan cerita motivasi,kisah motivasi hidup